Generasi Emas atau Generasi Cemas?

Setidaknya ada dua kejadian yang membuat kita seharusnya semakin memperhatikan pendidikan putra-putri kita, yakni yang terjadi di Jepang dengan tingginya angka bunuh diri bagi pelajar dan di Amerika dengan tingginya angka kiriminalitas di kalangan pelajar. Jepang dan Amerika banyak dijadikan kiblat pendidikan saat ini, tetapi faktanya  ternyata kerusakan generasi pelajarnya sangat mengerikan. Apabila hal tersebut terus dibiarkan maka hancurlah generasi penerus negara-negara tersebut. Tercatat di Jepang terjadi angka bunuh diri pelajar hingga lebih dari 21.000 pertahun bahkan lebih dari 30.000 pada 2003 (Republika Senin 5 November 2018) , sedangkan di Amerika angka kiriminalitas yang sangat tinggi yakn lebih dari 1 juta kasus setiap tahunnya (Centers for Disease Control / CDC Amerika) dan hampir 1/5 (20%) perempuan yang sedang menempuh di perguruan tinggi pernah mengalami pemerkosaan semenjak mendaftar di perguruan tinggi (Violence against women survey, 1998 Amerika). Sedangkan di Eropa menurut rilis FRA (Europea Union Agency for Fundamental Rights) yang berkedudukan di Austria kejahatan seksual pada pelajar khususnya remaja perempuan mencapai 22%. Tekanan yang sangat tinggi dalam pendidikan yang berorientasi materi ternyata telah membuat hancurnya generasi mereka. Para pelajar yang dianggap bodoh dan memiliki nilai buruk dikucilkan dalam pergaulan sehingga menjadi tambahan tekanan mental mereka, Galau, stress, depresi hingga tidak sedikit memilih mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Produk-produk canggih yang telah mereka buat dan pasarkan ke seluruh dunia tidak sepadan dengan hancurnya generasi tersebut.

Lalu dilain sisi kita saksikan pendidikan yang memberikan pengetahuan agama yang banyak ternyata juga tidak memberikan dampak efektif bagi peserta didik. Ilmu agama yang diajarkan hanya sebagai pengetahuan dan tidak memberikan pemahaman mendalam sehingga membuahkan keyakinan atau iman. Betapa banyak orang yang memiliki pengetahuan agama yang luas tetapi malah jauh bahkan bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam itu sendiri? Dan bahkan secara formal mereka memiliki gelar akademis tinggi dan memiliki posisi strategis dalam institusi pendidikan Islam. Misalnya seorang guru besar yang malah menghalalkan LGBT, mengajarkan liberalisme dan meragukan kandungan Al Qur'an, mendukung paham sesat dan kekafiran, dan lain sebagainya. Jika para ilmuwan rusak cara berpikirnya, maka dampak di masyarakat juga besar. Fenomena lain yang banyak terlihat adalah banyaknya alumni sekolah-sekolah Islam yang juga malah jauh dari nilai-nilai yang diajarkan sewaktu sekolah dan seolah tidak berbekas. Sebagai contoh pakaian tidak menutup aurat, merokok, hura-hura, hedonis dan sebagainya. Sangat memprihatinkan.

Sebagai analogi sebuah gedung yang tinggi tetapi miring karena kesalahan konstruksi walaupun bisa diperbaiki tetapi membutuhkan biaya sangat mahal. Gedung tersebut tidak bisa digunakan karena berbahaya, tetapi pembangunannya telah menelan biaya yang sangat besar. Para pemimpin dan pemegang posisi penting dalam negara tetapi tidak memiliki keimanan yang cukup bahkan cenderung sekuler dan berpaham pluarisme beragama, dan menganggap semua agama maka tak ubahnya seperti gedung yang tinggi megah tetapi miring tersebut. Demikian juga generasi yang terlanjur rusak akibat kesalahan pendidikannya. Harapan orang tua ingin mencetak generasi emas, ternyata yang didapat generasi cemas. Orang tua kadang juga tidak memahami perannya terhadap pendidikan sehingga beranggapan dengan menitipkan anak di lembaga pendidikan Islam telah selesailah tugas mendidiknya dan berharap mendapatkan anak sholeh dengan cara tersebut. Padahal apabila dibuat semacam kuantifikasi maka lembaga pendidikan hanya mencapai 20%, sedangkan orang tua mencapai 60% (3 kalinya) dan 20% sisanya yakni lingkungan.
Kerusakan peradaban barat yang parah yang apabila tidak ada perbaikan maka akan terjadi kepunahan ras manusia. Indeks pertumbuhan pendududuknya yang terus menurun mengindikasikan tidak ada pertumbuhan penduduk dan semakin berkurangnya jumlah penduduk. Sementara minum-minuman keras, sex bebas, LGBT hingga aborsi merajalela. Saat ini ada 10 negara yang mayoritas di Barat telah melegalkan pernikahan sejenis termasuk LGBT (Belanda, Kanada, Spanyol, Denmark, Selandia Baru, Brazil, Skotlandia, Amerika Serikat, Jerman)  dan kerusakan-kerusakan tersebut saat ini akan mereka export ke Indonesia. Sedangkan di sektor ekonomi dengan sistem kapitalisnya saat ini ada 10% populasi yang menguasai 85% global atau 8 orang terkaya dunia memiliki kekayaan setengah jumlah manusia di bumi. Untuk level nasional terdapat 40 orang terkaya Indonesia memiliki kekayaan 600 trilyun,  atau 1% orang terkaya Indonesia penduduk yang menguasai hampir separuh kekayaan nasional. Dan umat Islam masih bukan pemain utama atau hanya pemain figuran untuk sektor ekonomi tersebut. Demikian juga faktor lingkungan yang terindikasi dengan tingginya konsentrasi CO2 di atmosfer bumi yang telah mencapai lebih dari 400 ppm yang dampaknya mengakibatkan perubahan iklim dan pemanasan global. Perubahan iklim dan pemanasan global tidak hanya mengancam sektor-sektor ekonomi yang diusahakan manusia tetapi bahkan mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Kondisi lingkungan tersebut juga mengindikasikan tingginya pemakaian bahan bakar fossil dan semakin berkurangnya hutan dan tumbuh-tumbuhan penyerap CO2. Manusia semakin serakah sehingga alam semakin rusak. Pada bidang pangan juga tidak kalah mengerikan, yakni diperkirakan 1 penduduk dunia mengalami kelaparan. Ironisnya Amerika utara membuang makanan hampir 50 juta ton setiap tahunnya berupa makanan yang tidak termakan sehingga menjadi limbah yang nilainya mencapai 1,6 trilyun rupiah. Jumlah tersebut setara dengan produksi pangan yang dihasillkan dari 12 juta hektar lebih lahan pertanian atau 7% lebih dari semua lahan pertanian Amerika. Padahal sebagai muslim ketika kita membiarkan orang kelaparan sedangkan kita ada makanan tetapi tidak mau berbagi maka kita di cap oleh Allah SWT sebagai pendusta agama. Daftar kerusakan seperti diatas bisa sangat panjang, misalnya pada bidang politik, pengungsi dunia yang mencapai puluhan juta manusia yang jumlahnya bisa seperti sebuah negara sendiri dan sebagainya.

Pendidikan Iman Sebelum Al Qur'an

Dari Jundub bin ‘Abdillah, ia berkata, kami dahulu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami masih anak-anak yang mendekati baligh. Kami mempelajari iman sebelum mempelajari Al-Qur’an. Lalu setelah itu kami mempelajari Al-Qur’an hingga bertambahlah iman kami pada Al-Qur’an. (HR. Ibnu Majah, no. 61. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)


Kondisi memprihatinkan di atas membuat kita harus mencari solusi dan tidak hanya pasrah tanpa upaya. Solusi kita adalah kembali kepada pendidikan Islam berikut dengan metode pendidikannya yang telah terbukti membuat dunia lebih baik. Kejayaan Islam selama berabad-abad telah melahirkan generasi yang beriman dan bertakwa yang takut hanya kepada Allah SWT. Dengan kokohnya tauhid dalam dada-dada mereka, membuat mereka hanya menyembah Allah SWT saja, bukan menyembah berhala-berhala selainnya, baik berhala dalam arti harfiah/sesungguhnya seperti yang terjadi pada zaman  jahiliyah maupun dalam arti istilah seperti penyembah materi, harta, kekuasaan, kehormatan, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya, atau kita sebut saja berhala modern. Pada dasarnya esensi berhala selalu sama sepanjang zaman. Pendidikan Islam dengan mengajarkan iman sebelum Al Qur'an adalah metode terbaik merujuk kepada hadist di atas. Dengan tertanamnya iman maka semakin mudah menerima kebenaran ayat-ayat suci Al Qur'an dan mengimplementasikannya dalam kehidupan baik nantinya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Dengan iman yang tertanam didalam hati anak-anak kita maka semakin besar keinginan mereka untuk semakin mendalami Al Qur'an, mengamalkannya dan terus menambah keimanan mereka itu sendiri.

Jadi bukan membawa Al Qur'an hanya sekedar dibaca dan dihafal, tetapi tidak pernah dikaji kandungan isinya. Bukan berlomba-lomba menghafal Al Qur'an tetapi nilai-nilai keimanan tidak pernah ditanamkan. Demikianlah pentingnya suatu metode dan pentingnya merujuk pada panduan yang shahih. Ternyata juga kesalahan metode akan berdampak pada output generasi yang dihasilkan dan tentu saja dampak (outcome) pendidikan itu nantinya pada karya nyata yang mereka lakukan. Kesalahan metode terbukti telah menurunkan kualitas generasi bahkan justru menjadi generasi islamophobia. Mereka mengaku islam, tetapi pikirnnya sekuler, alergi dengan istilah Islam, alergi dengan simbol-simbol Islam, melarang berbagai bentuk penerapan aturan Islam dan sebagainya. Naudzubillahi min dzalik.

Amerika, Jepang dan Korea misalnya memang diakui telah menghasilkan banyak kemajuan duniawi. Lihatlah berbagai data statistik di bidang industri, infrastruktur dan produk-produk yang mereka hasilkan. Tetapi dengan mendidik manusia hanya sebagai salah satu faktor produksi yang jelas sangat materialistis dan duniawi, jelas hal tersebut telah menyimpang dengan maksud diciptakannya manusia oleh Allah SWT. Dan semakin terbukti hari ini bahwa kemajuan yang mereka hasilkan berdiri di atas landasan yang keropos dan rapuh. Walaupun menguasai  berbagai skil dan keahlian dengan hanya mengejar materi semata membuat hidup mereka tidak tenang dan mati rasa bahkan banyak yang atheis. Begitu terjadi kegagalan mereka guncang dan putus asa dan tidak sedikit yang mengakhiri dengan bunuh diri. Tidak hanya pendidikan yang hanya menghasilkan generasi cemas, tetapi bahkan mereka bahkan tidak bisa memiliki generasi penerus selanjutnya, akibat bobroknya peradaban mereka.

Lalu generasi emas seperti apa yang kita cita-citakan? Generasi emas yang kita cita-citakan adalah generasi sholeh yang memimpin peradaban. Peradaban Islam yang memberi keadilan kemakmuran bagi semua pihak. Generasi emas yang menjadikan iman dan takwa kepada Allah SWT sebagai tolok ukur dalam segenap aktivitasnya. Generasi emas yang bisa memperbaiki kerusakan lingkungan akibat eksploitasi kapitalis yang melampaui batas. Generasi emas yang menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi hanya sebagai alat atau sarana saja dan ridho Allah SWT sebagai tujuannya. Generasi emas yang berdiri di atas akidah yang kokoh sehingga tidak galau, risau, gundah, lemah dan cemas dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Generasi emas yang selalu siap menegakkan kalimat Allah SWT dimana pun dia berada.

Dan terakhir untuk referensi sebagai pembanding rusak di barat bahwa kita perlu menengok data yang ditunjukan oleh UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime) sebuah lembaga PBB yang menangani masalah penyalahgunaan obat terlarang dan kejahatan. Berdasarkan rilis tahun 2013 tentang kejahatan seksual di berbagai belahan dunia dari tahun 2003 sampai 2010 ada beberapa negara paling aman dari kasus kejahatan seksual yakni Oman dan Qatar. Qatar pada rentang tersebut hanya terjadi pada tahun 2003 dan 2004 masing-masing sebanyak 11 dan 13 kasus. Poin pentingnya adalah mengapa Qatar bisa sedemikian aman? Jauh lebih penting daripada data statistik, yakni mengetahui sebab jauh lebih penting agar kita dapat mengambil pelajaran.   

Komentar