Entrepreneur sebuah masalah mindset




"Penyakit bangsa kita yang paling parah adalah mentalitas kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah." (SBY)

Tantangan besar yang dihadapi Indonesia adalah melahirkan wirausaha-wirausaha baru dalam rangka mengatasi masalah ketenagakerjaan. Jumlah lapangan kerja tidak lagi sebanding dengan jumlah lulusan institusi pendidikan, akibatnya tanpa kemampuan entrepreneurship hanya akan menambah deret pengangguran berpendidikan di Indonesia. Tentu kesalahan ini bukan mutlak dari lulusan tersebut, iklim makro atau faktor eksternal berupa daya dukung pemerintah untuk mempermudah berusaha terutama birokrasi dan pemberian kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berusaha serta penciptaan iklim yang kondusif memiliki pengaruh besar terhadap kesuksesan suatu usaha atau bisnis.



Dalam laporan yang berjudul Tren Lapangan Kerja untuk kaum muda, badan perburuhan internasional (ILO) menuliskan bahwa saat ini jumlah pengangguran dunia sebanyak 13% atau sekitar 81 juta orang. Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan jumlah pengangguran di Indonesia 2010 sebanyak 9,26 juta jiwa atau sekitar 8,4 persen. Dengan kata lain Indonesia menyumbang lebih dari 10 persen pengangguran dunia. Benar-benar memprihatinkan.



Lebih detail BPS menguraikan bahwa lulusan Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 17,26 persen dari total penganggur, kemudian Sekolah Menengah Atas 14,31 persen, lulusan universitas 12,59%, diploma 11,21 persen, lulusan SMP 9,39 persen dan SD ke bawah 4,57 persen. Tabel lengkap bisa dilihat disini.



Porsi entrepreneur di Indonesia juga masih sangat kurang, sehingga perlu terus ditingkatkan. Menurut Ciputra, untuk mendorong kemajuan bangsa dibutuhkan sedikitnya 2 persen wirausahawan atau sekitar 4,4 juta entrepreneur dari total jumlah penduduk, sedangkan saat ini jumlahnya hanya 0,1 persen atau sekitar 400.000 entrepreneur. Bandingkan dengan Singapura yang memiliki entrepreneur mencapai 10 persen dan Amerika Serikat 12 persen. Lebih lanjut menurut Ciputra tolok ukur kesuksesan seorang wirausaha sejati tidak hanya mampu mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas, tetapi juga dapat melahirkan wirausaha sukses lainnya. Sedangkan menurut Rhenald Kasali, pendidikan kewirausahaan harus ditanamkan sejak dini, misalnya, cara berdagang kecil-kecilan.



Paradigma pendidikan yang diaplikasikan dalam kurikulum dan proses pembelajaran yang hanya berorientasi mencetak pekerja telah terbukti gagal mengatasi masalah pengangguran, kemiskinan dan daya saing Indonesia. Pengangguran, krisis sosial atau kriminalitas dan kemiskinan adalah dua rantai saling bertautan seperti lingkaran setan yang harus dicari solusinya. Apabila Generasi 1945 membebaskan Indonesia dari belenggu penjajahan, Generasi 1966 dari belenggu komunisme dan Generasi 1998 dari belenggu otoriter, Generasi Indonesia abad ke-21 harus bisa melepaskan Indonesia dari segala belenggu yang selama ini mengkungkung energi produktif dan kreatif bangsa kita.



Ekonomi Indonesia akan terjamin apabila ekonomi kita mampu mengandalkan sumber daya alam nya (natural resources economy) dan ilmu pengetahuan (knowledge economy). Dalam laporan Bank Dunia dan International Finance Corporation (IFC) berjudul "Doing Buiness 2005", disebutkan untuk memulai usaha di Indonesia dibutuhkan waktu 151 hari dan Indonesia ditempatkan dalam ranking 115 dari 155 negara yang disurvei. Sistem birokrasi yang berbelit-belit, orang mau tanam modal, mau buka usaha, harus melalui banyak meja, banyak jendela dan macam-macam fomulir. Singkat kata prosedurnya berbelit-belit.

Di Indonesia, birokrasi bisa menjadi masalah karena berbagai hal :

-kecenderungan untuk memelihara masalah, ketimbang menyelesaikannya;

-lebatnya kepentingan pribadi dalam sistem birokrasi, yang praktis memenjarakan masalah dari solusi;

-kecenderungan birokrat untuk cari selamat (safety player) sehingga mereka cenerung lari, menguburkan kepala atau mengacuhkan masalah;

-lemahnya inovasi. Banyak birokrat yan tenggelam dalam rutinitas yang menjemukan, yang menjadikan birokrat seperti robot;

-lemahnya sistem rekruitment an promosi. Karena faktor gaji, pencari kerja baru lebih terdorong masuk swasta. Sementara itu, tidak jarang birokrat idealis dan unggul yang terlantar karena sistem promosi tidak terlalu dikaitkan dengan prestasi.

-masih maraknya tipe aparat yang ingin dilayani ketimbang melayani masyarakat, sehingga dalam setiap situasi ia selalu memperhitungkan:"saya dapat apa?"







Pendidikan diharapkan menjadi solusi “cespleng” dan strategis untuk memperbaiki kondisi bangsa ini. Perlu keberanian inovasi sehingga proses pembelaran yang selama ini banyak dirasakan monoton dan membosankan baik konten (isi) maupun metodenya sehingga menjadi menyenangkan dan membuat siswa mempunyai minat besar terhadap pendidikan. Untuk tetap bisa berperan serta kami mempersembahkan buku gratis berjudul “Buku Pedoman Orang Tua : Menumbuhkan minat kecintaan ilmu pengetahuan pada anak jilid 2”. Buku ini sebagai lanjutan dari buku kami sebelumnya, yang juga bisa didownload dib log ini. Untuk buku jilid 2-nya silahkan mendownload (mengunduhnya) disini.

Berikut daftar alat-alat yang membantu pengiplemntasian ilmu pengetahuan alam pada anak :






model buaya

Rp. 331.500









model tikus

Rp. 331.500







model ayam

Rp. 331.500







model katak

Rp. 331.500









Model Ikan

Rp. 331.500






bola langit transparan

Rp. 643.350






Planetarium

Rp. 556.750






tata surya

Rp. 510.200






Model Otak

Rp. 2.313.300

Komentar